Surabaya | AbangPutih.com – Pembahasan postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (P-APBD) 2025 tengah menjadi fokus utama antara Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Surabaya dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).
Berdasarkan paparan awal TAPD, target pendapatan daerah sebesar Rp 12,3 triliun diperkirakan hanya akan terealisasi sekitar Rp 11,6 triliun, meninggalkan defisit sebesar Rp 700 miliar. Angka ini menunjukkan bahwa skenario defisit kembali berulang, seperti tahun sebelumnya yang mengalami rasionalisasi sebesar Rp 1,3 triliun.
Hal ini mendapat perhatian khusus dari Aning Rahmawati, anggota Banggar sekaligus Wakil Ketua Komisi C DPRD Surabaya dari Fraksi PKS. Ia menyatakan, peristiwa melesetnya pendapatan daerah secara ekstrem harus menjadi bahan evaluasi serius.
“Setiap tahun pendapatan memang naik sekitar Rp 1 triliun. Namun, belum ada langkah ekstrem untuk intensifikasi dan ekstensifikasi pendapatan dari dinas penghasil,” ujar Aning Rahmawati dalam pernyataannya, Sabtu (26/07/2025).
Ia menyoroti bahwa peningkatan pendapatan daerah masih sangat bergantung pada pencegahan kebocoran dan efisiensi semata. Menurutnya, Pemkot perlu menggali lebih dalam potensi pendapatan riil melalui inovasi dan perluasan basis pajak.
Rencana Utang Pemkot Surabaya Disorot
Dalam rangka menguatkan kapasitas fiskal dan menutup defisit, Pemkot Surabaya berencana melakukan pinjaman sebesar Rp 452 miliar ke Bank Jatim, dengan alokasi untuk beberapa proyek strategis, di antaranya:
* Jalan Lingkar Luar Barat (JLLB) – Rp 42 miliar.
* Pelebaran Jalan Wiyung – Rp 130,2 miliar.
* Saluran Diversi Gunung Sari – Rp 50,1 miliar.
* Penerangan Jalan Umum (PJU) – Rp 50,2 miliar.
* Penanganan Genangan – Rp 179 miliar.
Aning menerangkan bahwa meskipun secara aturan utang daerah diperbolehkan (mengacu pada UU HKPD No. 1/2022, PP No. 1/2024, dan PP No. 12/2019), ada beberapa catatan penting yang harus dipenuhi:
* Harus mendapatkan persetujuan DPRD melalui pembahasan APBD.
* Wajib dilengkapi studi kelayakan.
* Harus ada perhitungan kemampuan bayar pokok dan bunga.
* Masa pelunasan tidak boleh melebihi masa jabatan Wali Kota.
Prioritaskan Rakyat, Bukan Utang
Aning menegaskan bahwa kebutuhan dasar rakyat kecil, seperti program Rumah Tidak Layak Huni (Rutilahu), tidak boleh terganggu akibat pembiayaan utang.
“Kemampuan bayar Pemkot ke depan tidak boleh mengorbankan program prioritas rakyat, apalagi yang telah melalui proses Musrenbang,” ujar Aning.
Ia juga mengingatkan bahwa DPRD bukan pelaksana atau perencana anggaran, sehingga rencana pinjaman daerah ini murni merupakan inisiatif eksekutif (Pemkot), bukan legislatif.
Alumni Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya ini berharap, agar pembahasan P-APBD 2025 ini tidak hanya menjadi rutinitas tahunan, tetapi menjadi momen evaluasi menyeluruh, agar perencanaan keuangan daerah lebih akurat dan berpihak pada masyarakat, khususnya kelompok rentan.
“Kita harus menyusun anggaran dengan prinsip kehati-hatian dan keberpihakan. Rakyat tidak boleh dirugikan oleh kesalahan dalam perencanaan,” pungkasnya.
