Sel. Jan 14th, 2025
[Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. Said Aqil Siroj]

Jakarta | AbangPutih.com – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj menolak Peraturan Presiden (Perpres) terkait investasi minuman keras sebab diharamkan dalam Al Quran dan akan menimbulkan mudharat.

“Kami sangat tidak setuju dengan Perpres terkait investasi minuman keras,” ujar Said Aqil dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin (01/03).

Said pun menolak rencana pemerintah menjadikan industri minuman keras keluar dari Daftar Negatif Investasi.

Dia mengatakan seharusnya kebijakan pemerintah mendatangkan kemaslahatan bagi masyarakat. Sebagaimana kaidah fiqih menyebutkan, Tasharruful imam ‘alar ra’iyyah manuthun bil maslahah (kebijakan pemimpin harus didasarkan pada kemaslahatan rakyat).

“Karena agama telah tegas melarang maka harusnya kebijakan pemerintah itu menekan konsumsi minuman beralkohol, bukan malah didorong untuk naik,” ujar dia.

Oleh karena itu Saiq Aqil menilai bahaya sebagai dampak negatif yang jelas dari minuman keras sudah seharusnya dicegah dan tidak boleh ditoleransi.

“Kalau kita rela terhadap rencana investasi minuman keras ini maka jangan salahkan kalau nanti bangsa kita rusak,” kata dia.

Pemerintah telah menerbitkan Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Perpres tersebut merupakan turunan Undang-undang Cipta Kerja.

Salah satu hal yang jadi sorotan dalam Perpres itu adalah pembukaan keran investasi minuman keras. Dalam aturan itu, investasi minuman keras boleh dilakukan di Papua, NTT, Bali dan Sulut. Perpres itu juga membuka peluang investasi serupa di daerah lain.

Ketua MUI: Kearifan lokal tidak bisa dijadikan dalih pelegalan miras

Sementara itu, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat M Cholil Nafis mengemukakan bahwa kearifan lokal tidak bisa dijadikan sebagai dalih untuk melegalkan minuman keras (miras).

“Tidak bisa atas nama kearifan lokal atau sudah lama ada, maka dipertahankan,” kata Cholil kepada wartawan di Jakarta, Senin (01/03), menanggapi kebijakan pemerintah membuka aliran investasi untuk industri minuman keras beralkohol di beberapa provinsi.

“Saya secara pribadi menolak terhadap investasi miras meskipun dilokalisir menjadi empat provinsi saja,” katanya.

Cholil berpendapat pembukaan industri miras akan memberikan keuntungan kepada segelintir orang namun akan menimbulkan kerugian besar bagi masa depan rakyat.

“Saya pikir harus dicabut kalau mendengarkan pada aspirasi rakyat, karena ini tidak menguntungkan untuk masa depan rakyat. Mungkin untungnya bagi investasi iya, tapi mudaratnya bagi investasi umat,” kata dia.

“Karena kita larang saja masih beredar, kita cegah masih lolos, bagaimana dengan dilegalkan apalagi sampai eceran dengan dalih empat provinsi, tapi, kan, nyebar ke provinsi lain, karena hasil investasi tak sebanding dengan rusaknya bangsa ini,” katanya.

Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas juga mengkritik kebijakan pemerintah membolehkan industri minuman keras.

“Kebijakan ini tampak sekali bahwa manusia dan bangsa ini telah dilihat dan diposisikan oleh pemerintah dan dunia usaha sebagai objek yang bisa dieksploitasi,” kata dia.

Ia memandang kebijakan pemerintah membuka aliran investasi untuk industri miras lebih mengedepankan kepentingan pengusaha daripada kepentingan rakyat.

“Fungsinya sebagai pelindung rakyat tentu tidaklah akan memberi izin bagi usaha-usaha yang akan merugikan dan merusak serta akan menimbulkan kemafsadatan bagi rakyatnya,” kata dia.

Menurut Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang diteken pada 2 Februari 2021, industri minuman beralkohol dan minuman keras beralkohol merupakan bidang usaha yang bisa diusahakan oleh semua penanam modal yang memenuhi persyaratan.

Dalam lampiran peraturan presiden yang merupakan aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja itu disebutkan, penanaman modal baru untuk industri minuman keras mengandung alkohol dan minuman mengandung alkohol bisa dilakukan di Provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat.

PKB tolak legalisasi minuman keras

Disamping itu, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) juga menolak legalisasi minuman keras menyusul penandatanganan Perpres Nomor 10 Tahun 2021 yang salah satunya mengatur tentang legalisasi minuman keras (miras) di Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Utara (Sulut), hingga Papua.

Ketua Bidang Agama dan Dakwah DPP PKB, Syaikhul Islam dalam keterangan tertulis yang diterima Antara di Sidoarjo Senin mengatakan Perpres yang ditandatangani pada 2 Februari 2021 lalu itu menuai penolakan dari banyak pihak, salah satunya adalah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

“Jangan pula penghargaan pada keyakinan atau adat tertentu jadi alasan. Ini negara Pancasila, penghargaan pada suatu keyakinan tidak boleh melukai keyakinan yang lain,” katanya.

Ia mengatakan, penolakan PKB, terutama pada bagian legalisasi minuman keras didasarkan pada banyak pertimbangan yang tujuan satu-satunya demi bangsa.

PKB menilai, kata dia, legalisasi minuman keras meski hanya dalam wilayah tertentu sudah mencederai Bangsa Indonesia yang berasaskan Pancasila.

Lebih jauh, Syaikhul mengatakan bahwa penolakan PKB karena mengkhawatirkan masa depan generasi muda bangsa Indonesia yang seharusnya diproteksi dari hal-hal negatif.

“Legalisasi miras dapat merusak generasi bangsa,” tambah anggota DPR RI dari Sidoarjo ini.

Masa depan Bangsa Indonesia, lanjut Syaikhul jauh lebih penting dari pada apapun, apalagi cuma sekedar ingin menarik investasi.

“Apalagi cuma sekedar menarik investasi. Apakah masa depan generasi bangsa ini mau ditukar dengan investasi yang tidak jelas,” tukasnya.

Oleh karena itu, kata dia, dengan segala pertimbangan dan kebaikan bangsa Indonesia, PKB meminta agar Perpres tersebut segera dicabut.

“Perpres Nomor 10 Tahun 2021 yang mengatur miras harus segera dicabut,” tegas legislator dapil Surabaya-Sidoarjo ini.

error: Content is protected !!