Sel. Mei 13th, 2025
[H. Johari Mustawan, S.TP., M.ARS., Anggota Komisi D DPRD Surabaya]

Bang Jo: Pemkot Pastikan 100% Warga Terdaftar BPJS Kesehatan Mendapatkan Layanan Kesehatan yang Baik

Surabaya | AbangPutih.com – Komisi D DPRD Surabaya menggelar Hearing atau RDP (Rapat Dengar Pendapat) bersama BPJS Kesehatan, Dinas Kesehatan Surabaya, Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia Komisariat Surabaya (PERSI), Asosiasi Klinik (Asklin), PKFI, Dir RS Pemerintah Kota Surabaya (RS Soewandi, BDH, EC), Selasa (25/02/2025).

Dalam RDP kali ini membahas terkait kemudahan akses kesehatan bagi warga Surabaya yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Selain itu juga terkait masalah layanan BPJS Kesehatan, salah satunya adalah aktivasi kepesertaan BPJS untuk seluruh warga Surabaya, kriteria emergency di RS bagi warga yang sesuai dengan standar penerapan BPJS terlalu memberatkan.

Termasuk optimalisasi pemantauan kesehatan peserta BPJS di faskes pertama, pending klaim BPJS di semua RS di Surabaya. Begitu juga penyesuaian pendidikan kedokteran terhadap regulasi kesehatan dan yang terakhir terkait 144 diagnosa penyakit yang tidak ditangani di RS.

Harapan DPRD Surabaya bahwa Kota Surabaya digadang-gadang sebagai Kota Layak Anak yang terjamin kesehatannya mulai neonatus di bawah 2 bulan, anak-anak balita, dan anak-anak sampai usia 18 tahun.

Menurut Bang Jo, sapaan akrab dari Johari Mustawan mengatakan, bahwa Pemkot Surabaya melalui Dinkes harus bisa memastikan 100% warga Surabaya terdaftar BPJS Kesehatan. Hal ini supaya memudahkan pelayanan kesehatan.

“Dipastikan warga Surabaya dimudahkan untuk aktivasi kartu ketika dibutuhkan, baik yang sehat maupun sakit. Sehingga diperlukan ada petugas khusus dan ruangan khusus di Puskesmas dan Kelurahan untuk pelayanannya,” katanya, Selasa (25/02/2025) sore.

Bang Jo pun berharap Pemkot dapat berkolaborasi dengan Koligium kedokteran IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) dalam penerapan penatalaksanaan penyakit anak terutama terkait dengan case-case emergency anak, pneumoni, dan Demam Berdarah.

[Komisi D DPRD Surabaya saat menggelar hearing bersama BPJS]

Sedangkan terkait kasus 144 Diagnosa penyakit yang tidak bisa ditangani di RS, diperlukan pengkajian ulang terutama, berkaitan dengan kasus emergency pada kaitannya dengan 144 diagnosa di atas dengan menerapkan TACC (Time, Age, Condition, Comorbid) yang disepakati bersama kolegium kedokteran.

“Standar BPJS terkait Emergency yang cukup berat di BPJS, menyebabkan penguatan pelayanan di Faskes Primer. Baik itu Puskesmas maupun Klinik Swasta yang awalnya fokus layanan promotif dan preventif, dan sebagian kecil kuratif dan rehabilitatif, maka menjadi harus siap dengan keempat hal di atas. Sehingga diperlukan faskes primer jam buka selama 24 jam serta kecukupan tenaga medis dan sarana/prasarana,” ungkapnya.

Disamping itu, sehubungan dengan hampir 3 juta penduduk Surabaya sudah tercover oleh BPJS Kesehatan sehingga peran fasilitas kesehatan Primer utk membersamai para peserta BPJS yang terdaftar menjadi sangat fundamental.

Menurut Bang Jo, diperlukan perbandingan antara jumlah tenaga medis/kesehatan dengan jumlah peserta. Sehingga dipertimbangkan adanya redistribusi kepesertaan untuk sejumlah 1,1 juta peserta yang masih terkonsentrasi di puskesmas, sehingga peserta bisa lebih termonitor kondisi kesehatannya.

“Meminimalisir pending di Rumah sakit yang sangat mungkin berdampak kepada mutu layanan RS karena kekurangan dana untuk berputar operasional. Kemudian dari berifikator berpedoman pada panduan TKMKB yang berlaku, dengan tidak perlu menunggu adanya aturan yang baru untuk dasar penilaian klaim pending, tetapi aturan baru digunakan untuk case-case yang terjadi setelah diterbitkannya aturan,” jelasnya.

Bang Jo pun mengatakan, bekerjasama dengan Kampus Kedokteran untuk menyesuaikan kurikulum pendidikan pada era JKN.

“Sehingga ada kesesuaian antara Kampus sebagai ‘pabrik’ SDM Kesehatan dengan Regulasi yang diterapkan oleh BPJS Kesehatan maupun Kementrian Kesehatan,” terangnya.

error: Content is protected !!