Surabaya | AbangPutih.com – Polemik relokasi RPH yang mendapatkan penolakan semakin menjadi perbincangan masyarakat, pasca digelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama mitra jagal Rumah Potong Hewan (RPH) pada Rabu (24/09/2025) kemarin di Komisi B DPRD Surabaya.
Hal ini mencerminkan pentingnya komunikasi dua arah antara pemerintah dan masyarakat terdampak. Pembangunan memang diperlukan, tetapi tanpa melibatkan aspirasi para pengguna langsung, maka kebijakan berisiko menimbulkan penolakan besar. Sehingga kasus ini menjadi pengingat, bahwa pembangunan ideal adalah pembangunan yang berpihak pada kebutuhan dan kepentingan rakyat.
Dikatakan oleh Muthowif selaku Ketua Paguyuban Pedagang Sapi dan Daging Segar Jawa Timur (PPSDS-Jatim), bahwa penolakan perpindahan pengguna jasa (jagal) dari PD RPH pegirian ke RPH yang berlokasi di Tambak Oso Wilangon (TOW) itu adalah merupakan hal yang wajar.
“Penolakan itu sudah wajar, karena pembangunan yang ideal itu adalah pembangunan yang seharusnya berpihak pada kebutuhan dan kepentingan rakyat,” katanya, Minggu (28/09/2025).
Menurut Muthowif, ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam relokasi RPH. Pertama kondisi lantai bangunan RPH yang retak dan tempat pemotongan sapi BX (Sapi Brahman Cross) yang masih belum diaudit oleh pihak yang punya sertifikat sapi.
“Bangunan RPH dengan nilai anggaran 13 milyar pada tahun anggaran 2024 itu lantainya sudah mengalami keretakan. Padahal lantai bangunan itu belum digunakan untuk merubuhkan sapi. Lalu bagaimana kalau nanti lantai yang sudah retak digunakan oleh para jagal untuk merubuhkan sapi?,” ungkapnya.
Muthowif mengatakan, dampak dari lantai yang retak akan mengakibatkan semakin cepat rusak, karena lantai yang ada dan yang akan digunakan itu juga untuk merubuhkan dan menyembelih sapi.
“Secara alami, darah sapi akan mengalir dan masuk ke lantai yang retak,” ujarnya.
Disamping itu, menurut informasi yang diterima oleh Muthowif, bahwa tempat pemotongan sapi BX (Sapi Brahman Cross) pada RPH yang berlokasi di Tambak Oso Wilangon (TOW) itu masih belum mendapatkan sertifikat audit dari pihak Australia sebagai pihak resmi yang memiliki sertifikasi sapi BX.
“Kalau di RPH Pegirian sudah dapat sertifikat audit dari pihak Australia. Nah ini salah satu hal alasan ditolaknya relokasi oleh para jagal dan juga harus diketahui oleh publik,” jelasnya.
Oleh karena itu, Muthowif yang mewakili para jagal yang bernaung di Paguyuban Pedagang Sapi dan Daging Segar Jawa Timur (PPSDS-Jatim), meminta kepada dinas yang bertanggungjawab untuk segera memperbaiki bangunan yang retak.
“Maka dengan ini, kami meminta kepada pelaksana pembangunan (pihak ketiga) atau dinas yang bertanggungjawab untuk memperbaiki bangunan yang retak dan melengkapi peralatan yang belum dipasang sesuai dengan anggaran yang ada,” terangnya.
Muthowif pun menambahkan. Bila perlu APH, baik dari kepolisian maupun kejaksaan berharap untuk melakukan pemeriksaan atau pun melakukan audit terhadap kondisi pembangunan RPH yang ada saat ini di Tambak Oso Wilangon (TOW).
“Sedangkan kepada aparat penegak hukum. Baik kepolisian maupun kejaksaan, kami berharap untuk melakukan pemeriksaan atau mengaudit terhadap kondisi pembangunan RPH yang ada di TOW,” tandasnya.
