Surabaya | AbangPutih.com – Dikatakan oleh Yongko Wiyono, S.H., Aliansi Advokat Surabaya Raya (AASR) saat menggelar konferensi pers dari pihak korban atau pelapor selaku sebagai penasehat hukum terkait perkara yang sempat dilaporkan ke Polresta Malang Kota dengan Laporan Polisi Nomor: LP/B/420/VI/2024/SPKT/POLRESTA MALANG KOTA/POLDA JAWA TIMUR, menyangkut masalah penganiayaan atau tindakan kekerasan terhadap anak.
“Kebetulan untuk saat ini korban tidak bisa hadir ditengah-tengah kita. Tapi yang jelas ini kami perlu untuk menyampaikan perkembangan sejauh mana terhadap perkara ini, karena memang khususnya dari pelapor sejak melaporkan perkara ini di bulan Juni tahun 2024 sampai sekarang juga masih terkatung-katung belum ada penyelesaian secara signifikan. Bahkan ini sempat menimbulkan beberapa dugaan maupun ganjalan-ganjalan yang menurut kami ini perlu untuk ditindaklanjuti,” ungkapnya, Jum’at (10/10/2025) saat menggelar konferensi pers di Surabaya.
Pertama, Yongko Wiyono mengatakan, bahwasanya kalau berdasarkan riwayat dari perkara ini sejak Juni tahun 2024 sampai sekarang, khususnya pada saat di bulan September sesuai dengan data yang diperoleh dan yang telah dikumpulkannya, bahwa sekitar tanggal 15 September Tim Penyidik dari Polresta Malang Kota sudah menyerahkan berkas perkara ini kepada Kejaksaan Negeri Malang Kota.
Mendasarkan pada surat sesuai dengan SP2P (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan) yang diterima dari pihak Polresta Malang Kota dengan nomor: B1359/IX/RES1.24.SP2P tanggal 15 September 2025, yang pada intinya adalah merupakan pemberitahuan bahwa berkas diserahkan oleh pihak Polresta Malang Kota kepada pihak Kejaksaan.
“Namun sebelum berkas ini disampaikan SP2P kami terima, bahwasanya kami pun juga menerima pemberitahuan dari pihak Polresta Malang Kota mengenai penetapan Anak yang Berkonflik dalam Hukum (ABH). Nah, kalau dengan SP2P yang telah diterbitkan oleh pihak Polresta Malang Kota memang disitu ada dua nama terlapor, tapi yang menjadi pertanyaan dan tanda tanya besar bagi kami adalah pada saat ditetapkannya nama-nama dalam SP2P itu hanya satu nama yang muncul dalam penetapan anak yang berkonflik di dalam hukum dengan inisial HAM,” katanya.
“Sementara untuk nama lain dengan inisial RNPW itu memang sampai saat ini pun juga tidak ada penetapan statusnya sebagai Anak yang Berkonflik dalam Hukum (ABH). Itu sudah kami mintakan penjelasan kepada pihak Polresta Malang Kota namun hingga sampai saat ini pun juga belum ada penjelasan secara resmi kepada kami atau pun kepada pihak pelapor, mengenai nama tersebut yang hingga sampai saat ini juga masih terjadi kesimpang-siuran,” imbuhnya.
Menurut Yongko Wiyono, karena kalau mengacu pada SP2P yang telah diterima oleh pihaknya juga tidak ada penjelasan mengenai itu. Oleh karena itu AASR selaku penasehat hukum pelapor menduga ada sesuatu yang memang perlu untuk diperjelas kembali, sehingga pada akhirnya sekitar di bulan Agustus dirinya bersama para penasehat hukum yang tergabung dalam AASR memaksakan diri untuk bersurat kepada Polda Jatim.
Khususnya kepada Divisi Propam (Profesi dan Pengamanan) maupun kepada Wassidik (Pengawasan Penyidikan) di Polda Jatim untuk menindaklanjuti terkait pengaduan yang telah dikirimkan atas penanganan perkara ini yang dilakukan oleh pihak penyidik Unit 2 PPA (Pelayanan Perempuan dan Anak) di Polresta Malang Kota.
“Sayangnya kami pun belum mendapatkan penjelasan secara resmi bagaimana hasil yang dilakukan oleh pihak Wassidik, karena kalau dari Propam info terakhir pada bulan September kemarin kami minta untuk mempertanyakan mengenai surat pengaduan yang kami kirimkan. Sedangkan pihak Propam menyerahkan atau melimpahkan pengaduan tersebut kepada pihak Wassidik, karena menurut Propam ini masih ranahnya Wassidik,” jelasnya.
“Terakhir pada awal bulan Oktober kemarin, kami juga meminta klarifikasi kepada pihak Wassidik cuma sampai sekarang pun balasan surat klarifikasi secara tertulis dari Wassidik belum kami terima terkait penjelasan dari hasil assistensi yang dilakukan Wassidik terhadap penyidik,” tambahnya.
Yongko Wiyono mengatakan, yang jelas dalam perkara ini memang ada beberapa point yang akan segera disampaikan secara tertulis kepada Kapolda mengenai tindak lanjut yang dirasa sangat krusial, agar segera ditindaklanjuti lebih lanjut oleh Polda Jatim, mengingat kasus ini masih diranah Ditreskrimum (Direktorat Kriminal Umum) di Polda Jatim.
Sementara itu, Johnny selaku orang tua korban penganiayaan mengatakan, bahwa dirinya ingin menyampaikan pesan secara khusus kepada Kapolresta Malang Kota.
“Mohon ijin dan mohon maaf atau ngapunten sebelumnya Pak, bahwa saya ingin menagih janji Bapak terhadap kasus anak saya, yang Bapak janjikan pada tanggal 16 Mei 2025 bahwa Bapak menjanjikan untuk menyelesaikan berkas perkara ini setuntas-tuntasnya sampai dengan akhir bulan Mei 2025 pada waktu itu,” jelasnya.
“Ngapunten Pak, sekarang sudah bulan Oktober. Ternyata instruksi yang Bapak berikan tidak bisa dicerna secara baik oleh para penyidik. Saya mohon dengan segala kerendahan hati, agar dapat melihat langkah-langkah teknis dalam penyelesaian masalah ini yang bisa diukur dan bukan sekedar jawaban dari media lewat media yang selama ini telah beredar di seluruh jagad, atau pun hanya janji-janji seperti yang sebelumnya. Kami mohon berkas perkara yang hingga saat ini belum selesai di Polresta Malang Kota agar segera diselesaikan. Itu saja dan terimakasih Pak,” tambahnya.
Disamping itu, Yongko Wiyono kembali mengatakan bahwa apa yang disampaikan oleh orang tua korban memang sesuai dengan pertemuan atas undangan dari Kapolresta Malang Kota, bahwasanya menjanjikan pada saat di pertemuan itu menyampaikan kepada seluruh jajarannya untuk dapat menyelesaikan perkara ini sampai dengan akhir bulan Mei 2025.
“Bahkan beliau menegaskan kembali kepada seluruh jajarannya, andaikata dalam proses penyelesaian perkara ini terdapat kendala apapun maka silahkan diberikan ruang untuk koordinasi dengan Polda, dan jika diperlukan mungkin juga dengan Mabes Polri. Namun sayangnya bahwasanya sampai sekarang pun instruksi itu belum bisa diterjemahkan sama sekali dengan baik oleh jajaran dibawah Kapolresta Malang Kota dan masih berlarut-larut,” jelasnya lagi.
Yongko Wiyono pun mengatakan, bahkan hasil konfirmasi kepada pihak Kejari Malang Kota bahwa sampai saat ini status berkas yang diserahkan dari Polresta Malang Kota masih P19 (Berkas perkara pidana penyidikan yang diserahkan masih belum lengkap).
“Sehingga pihak Kejaksaan masih menunggu satu nama dalam pemberkasan yang telah kami sebutkan tadi yang hingga saat ini masih belum ada kejelasannya. Mengenai apakah ditetapkan sebagai Anak yang Berkonflik dalam Hukum (ABH) ataukah tidak. Kalau pun toh nama yang telah kami sebutkan tadi dengan inisial RNPW itu belum ada penetapannya karena ada dua versi yang kami terima di lapangan, yaitu satu memang pemberkasannya tidak cukup bukti dan satu lagi pemberkasannya dilakukan secara terpisah daripada ABH yang sebelumnya,” bebernya.
Menurut Yongko Wiyono, berdasarkan SP2P yang diterima selama ini mulai dari pertama hingga yang ke 6 itu penyidik tidak pernah menjelaskan proses atau perkembangan yang dilakukan dalam rangka penyidikan terhadap anak yang berinisial RNPW.
“Sehingga kami berkesimpulan bahwa penyidik tidak bersungguh-sungguh dalam penanganan perkara ini dan terkesan ada sesuatu hal yang menghambat proses penyidikan,” ujarnya.
Oleh karena itu, Yongko Wiyono menegaskan akan menyampaikan tuntutan dan diharapkan kepada Polda Jatim yang membawahi seluruh jajaran Polres di Jawa Timur, khususnya di Polresta Malang Kota untuk lebih melakukan tindakan yang bertanggungjawab dari proses penyidikan ini secara transparan dan akuntabel seperti yang diharapkan.
Berikut 5 point tuntutan khusus yang akan disampaikan oleh pelapor dan korban untuk meminta kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia (KAPOLRI) Ub. Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur (KAPOLDA JATIM) sebagai berikut:
1. Untuk segera menuntaskan pengusutan dan penyidikan atas perkara sebagaimana dalam Laporan Polisi Nomor: LP/B/420/VI/2024/SPKT/ POLRESTA MALANG KOTA/POLDA JAWA TIMUR tanggal 17 Juni 2024 secara
profesional, transparan, dan akuntabel guna terwujudnya supremasi hukum yang mencerminkan rasa keadilan.
2. Untuk segera menetapkan nama terlapor/terduga Raffa Nazair Putra Winarsono dalam status sebagai Anak yang Berkonflik dalam Hukum (ABH) dalam perkara sebagaimana dalam Laporan Polisi Nomor: LP/B/420/VI/2024/SPKT/ POLRESTA MALANG KOTA/POLDA JAWA TIMUR tanggal 17 Juni 2024 mengingat dalam Surat Pemberitahuan Penetapan Anak yang berkonflik dengan hukum Nomor:B/629/VII/RES.1.24/2025/Satreskrim tanggal 2 Juli 2025, justru tidak termasuk dalam penetapan sebagai Anak Yang Berkonflik Dalam Hukum berdasarkan hasil gelar perkara yang dilakukan pada tanggal 2 Juli 2025.
3. Untuk mengusut dan melakukan tindakan penyelidikan atas dugaan adanya tindakan yang secara sengaja menghalangi, mempengaruhi, atau mengganggu proses penyidikan (Obstruction of justice) dalam perkara sebagaimana dalam Laporan Polisi Nomor: LP/B/420/VI/2024/SPKT/ POLRESTA MALANG KOTA/POLDA JAWA TIMUR tanggal 17 Juni 2024 tentang adanya ketujuh orang saksi yang tidak bersedia memberikan keterangan di tingkat Penyidikan dan sekaligus mencabut seluruh keterangan pada tahapan Penyelidikan serta adanya hambatan dalam permintaan keterangan kepada internal sekolah.
4. Untuk segera menuntaskan proses pengaduan yang disampaikan oleh Pelapor/Korban melalui Tim Penasehat Hukumnya kepada Kabag. Wassidik Ditreskrimum sebagaimana dalam Surat Pengaduan Nomor: 007/AASRE/VIII/2025 tanggal 11 Agustus 2025.
5. Untuk dapat dikabulkannya gelar khusus atas perkara sebagaimana dimaksud dalam Laporan Polisi Nomor: LP/B/420/VI/2024/SPKT/ POLRESTA MALANG KOTA/POLDA JAWA TIMUR tanggal 17 Juni 2024.
Lebih jauh Yongko Wiyono membeberkan, bahwa perkara ini menyangkut dugaan khusus yang disampaikan dalam laporan ini masuk dalam sangkaan Pasal 80 Undang-undang RI No.35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak.
“Jadi, ada dugaan tindakan penganiayaan yang dilakukan oleh dua rekan siswa senior yang terjadi di lingkungan sekolah SMA Taruna Nala Malang Kota, dan itu kejadiannya sekitar tanggal 16 Juni 2024. Memang terduga dua pelaku telah disebutkan dalam SP2P tadi menyangkut masalah dugaan tindak pidana kekerasan terhadap anak sesuai dengan Undang-undang yang dimaksud yaitu Undang-undang RI No.35 Tahun 2014, juncto Undang-undang RI No.23 Tahun 2022 Tentang Perlindungan Anak,” tegasnya.
Yongko Wiyono pun menyampaikan, pada tanggal 25 Agustus 2025 pihaknya mendapatkan undangan dari penyidik diminta untuk melakukan Diversi (Penyelesaian perkara dari proses peradilan pidana formal ke proses di luar pengadilan, red).
“Jadi Diversi itu, untuk khusus yang telah ditetapkan sebagai ABH untuk dilakukan Diversi dengan pihak korban. Dalam pertemuan tersebut kami menyampaikan untuk meminta penundaan pelaksanaan Diversi. Namun penyidik menyatakan bahwasanya penundaan itu tidak dapat diterima dan Diversi dinyatakan gagal. Padahal alasan kami untuk meminta penundaan Diversi karena pada sampai saat pertemuan pada 25 Agustus 2025 itu, kami belum mendapatkan penjelasan secara resmi dari pihak Polresta Malang Kota mengenai surat yang telah kami kirimkan sebelumnya terkait status dari RNPW,” tandasnya
Pada akhir konferensi pers, Sjah Merdan Nurhamidin, S.H., yang juga penasehat hukum tergabung dalam Aliansi Advokat Surabaya Raya (AASR) menambahkan, bahwa kasus ini adalah pidana berat dan membutuhkan perhatian dan penanganan khusus.
“Jadi, kami mohon jangan menganggap kasus ini sepele bahwa ini masalah kecil, karena menurut kami jelas mutlak pasalnya ada, deliknya ada dan ini mutlak pidana berat. Termasuk pidana yang mencoreng kehidupan anak di dunia pendidikan dan ini sangat mencoreng,” terangnya.
Dirinya bersama para penasehat hukum yang tergabung dalam Aliansi Advokat Surabaya Raya (AASR) menegaskan akan menuntut tuntas untuk memohon keadilan.
“Perlu kami tambahkan juga bahwa bukannya kami tidak mau melakukan Diversi, tetapi sebelum Diversi itu dilakukan maka segala sesuatunya harus sudah jelas terlebih dahulu. Karena yang dimaksud Diversi ini kan mengarah ke Restorative Justice dan itu tidak bisa tanpa ada kejelasan status dari RNPW. Dan kami meminta dengan hormat kepada penyidik di Polresta Malang Kota untuk bersungguh-sungguh dalam penanganan kasus ini,” pungkasnya.