Sel. Feb 11th, 2025
Heri Purwanto selaku Direktur Eksekutif LKKP (Lembaga Kajian Kemandirian Pangan)

Jakarta | AbangPutih.com – Terkait gonjang-ganjing minyak goreng yang berujung pada pelarangan ekspor CPO (Crude Palm Oil) oleh Presiden Joko Widodo untuk waktu yang akan ditinjau kemudian, hal ini mengulang kebijakan stop ekspor batu bara yang kompleksitas masalahnya lebih rendah dibandingkan CPO, sehingga exit strateginya juga lebih mudah.

“Oleh karena itu marilah kita dalami dan tinjau beberapa hal supaya kita tidak lepas dari konteks permasalahan perdagangan minyak goreng serta CPO,” menurut pandangan dari Direktur Eksekutif LKPP, Heri Purwanto dalam siaran pers yang diterima, Selasa (26/04/2022).

Menurut Heri, semua komplikasi ini diawali dengan naiknya harga minyak goreng pada bulan Oktober 2021, yang memantik penetapan kebijakan HET pada Februari 2022 minyak goreng curah dan kemasan, lalu hilangnya minyak goreng kemasan dari toko dan pasar tradisional setelah penetapan HET.

“Setelah pencabutan HET yang tidak berjalan efektif minyak goreng muncul lagi dipasaran dengan ganti harga baru yang memberatkan konsumen. Kenaikan harga minyak
goreng ini sangat jelas dipengaruhi oleh kenaikan harga CPO di pasar dunia,” kata Heri.

Heri mengungkapkan, bila Desember 2020 masih pada USD 870/MT (metrik ton), pada Januari 2021 tembus USD 951/MT. Trend harga naik ini makin kentara memasuki semester kedua 2021, sudah diatas USD 1000/MT, terus menembus USD 1185/MT pada September, selanjutnya 1200-an pada November dan bertengger pada USD 1366/MT pada tutup tahun 2021.

Pemerintah melalui Kementrian Perdagangan pada lini pertama punya kebijakan untuk menjamin pemenuhan kebutuhan minyak goreng untuk pasar domestik dengan kewajiban DMO (Domestic Market Obligation) dari para produsen CPO/minyak goreng, DMO dipatok sebesar 20% dari produksi total CPO.

Merujuk pada data GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) tahun 2021 produksi total CPO sebesar 46,3 juta ton dengan besaran DMO 9,26 juta ton, sementara konsumsi CPO untuk bahan pangan setara 8,95 juta ton.

“Jelas sekali ada kelebihan disini, dan surplusnya boleh untuk penggunaan lain diantaranya untuk ekspor. Sementara untuk tahun 2022 produksi CPO diprediksi tembus angka 49 juta ton, dengan DMO sebesar 9,8 juta ton yang pasti akan dapat menutupi kebutuhan CPO untuk pangan merujuk pada data GAPKI tahun 2021,” Hari membeberkan.

Heri menambahkan, bila kelangkaan produk minyak goreng dituduh menjadi pemicu kenaikan harga (pada tahun 2021 dan juga 2022) dengan melihat data tersebut diatas, basis argumentasinya tidak ada sehingga wajib ditolak Kebutuhan CPO untuk bio disel dikecualikan dari analisa.

“Karena meski dibeli untuk kebutuhan domestik, mengacu kepada harga internasional sebagaimana dikemukakan oleh Dirut Pertamina dalam suatu kesempatan,” tandas Heri.

Pada lini kedua kebijakan Kementrian Perdagangan dalam menjamin ketersediaan dan keterjangkauan harga minyak goreng dengan pengawasan dan pengendalian dikarenakan tidak berjalan atau pun tidak efektif.

“Hal ini karena gejolak harga dimulai pada Oktober 2021 dan menteri maupun aparat tidak dapat mengendalikan gejolak pasok dan harga selama enam bulan, sehingga mendorong Presiden Joko Widodo mengambil kebijakan stop ekspor CPO,” singgung Heri.

Masih menurut Heri, Presiden akhirnya dipaksa oleh keadaan untuk menembakkan sebuah peluru kendali antar benua (karena CPO yang diekspor digunakan oleh banyak negara mulai dari Asia dan Afrika, hingga Eropa).

“Alih-alih menembakkan meriam dikarenakan DMO (Domestic Market Obligation) untuk memenuhi kebutuhan bahan pangan domestik (minyak goreng),” Heri menyesalkan.

Maka dari itu, sebagai bentuk keprihatinan yang mendalam Heri Purwanto selaku Direktur Eksekutif LKKP (Lembaga Kajian Kemandirian Pangan) menyampaikan usulan yang kiranya mendapatkan perhatian dari Presiden Jokowi sebagai berikut:

1. Bahwa persoalan DMO sawit untuk bahan pangan rakyat dalam esensinya adalah mandat dari UU Pangan No. 18/2012. Dengan demikian lembaga yang terlegitimasi untuk menangani hal ini adalah Bapanas (Badan Pangan Nasional). Oleh karena itu kami mendorong agar Bapanas tidak terlalu disibukkan dengan urusan membentuk struktur organisasi Bapanas, tapi tercecer dalam pemetaan dan perumusan peta jalan bagi kemanan pangan rakyat. Banyak pakar dan akademisi yang dapat dilibatkan dalam kerja pemikiran ini, bila menunggu terbentuknya struktur baru bekerja, Bapanas akan banyak kehilangan kesempatan. Banyak kebijakan bahan pangan yang memerlukan kerja pemikiran serupa, paling kurang untuk komoditas beras, gula, kedelai, jagung, garam dan daging sapi. Keberadaan Bulog yang berada dalam koordinasi penuh dengan Bapanas harus direvitalisasi sebagaimana Bulog di jaman pemerintahan Soeharto, tetapi tentu minus penyakit KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme)-nya. Bulog sebagai penyangga harga bagi produk bahan pangan tertentu yang bergerak membeli produk petani bilamana harga panen jatuh. Sementara itu, Bulog menjalankan operasi pasar dan dewa penolong bagi masyarakat konsumen, bila pasok minus dan atau harga pangan melewati ambang batas yang ditentukan oleh Pemerintah. Bapanas yang menentukan harga minimal dan maksimal produk pangan tersebut.

2. Kami menolak trade-off keamanan dan efektifitas DMO sawit untuk kebutuhan pangan rakyat dengan kebijakan presiden stop ekspor CPO. Kami mendukung senjata internasional ini untuk meraih insentif dalam perdagangan internasional, misalnya menempatkan Rupiah sebagai alat tukar resmi dalam perdagangan ekspor CPO dari negeri kita. Malaysia ikut menetapkan harga sawit/CPO dengan RM (Ringgit Malaysia) sebagai alat tukar melalui Bursa Malaysia Derivatives (BMD) yang dirintis sejak tahun 1980. Sebagai penghasil terbesar kelapa sawit, pantas kiranya Indonesia mendapatkan insentif ini. Namun demikian, kami mendorong Presiden Jokowi segera merumuskan political exit strategy atas situasi yang rumit ini dengan mempertimbangkan kepentingan banyak pihak, khususnya pemandangan sosiologis masyarakat petani sawit di Sumatera dan petani sawit di berbagai penjuru tanah air lainnya yang pada saat ini menikmati insentif harga internasional.

3. Ketidakmampuan Menteri Perdagangan menangani permasalahan ini (sudah diakui dalam Rapat Dengar Pendapat dengan DPR RI) dan pejabat eselon satunya terlibat dalam skandal ekspor CPO/minyak goreng ilegal, haruslah ditebus dengan penggantian karena yang bersangkutan tidak mempunyai inisiatif untuk mengundurkan diri. Langkah cepat Presiden Jokowi ditunggu supaya tidak menimbulkan berbagai spekulasi. Pembantu Presiden yang merepotkan Presidennya tidak pantas dipertahankan.

4. Kami minta Pemerintah bersama DPR RI mengevaluasi kembali UU Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dimana letak tidak efektifnya UU ini untuk dijalankan. Misalnya, dari Pasal 4 sampai dengan Pasal 16, pelaku usaha dilarang melakukan perjanjian pengaturan harga, pasokan dan hal lainnya yang merugikan masyarakat. Sementara untuk melakukan itu cukup dengan bersekongkol sambil makan malam dan minum anggur. Sama sekali tidak diperlukan perjanjian apapun. Apa yang mesti dijelaskan pada saat produsen dengan mereknya masing-masing satu demi satu mengerek harga minyak goreng naik, minyak goreng kemasan hilang dari pasaran secara bersamaan pada saat Pemerintah menetapkan HET dan serempak muncul kembali di pasaran begitu HET dicabut. Apakah begini perilaku usaha di pasar yang bersaing secara sempurna, apalagi yang dapat dikatakan kecuali ini semua adalah kartel dan persekongkolan jahat.

5. Terakhir namun tidak kurang pentingnya, Presiden Jokowi hendaknya memerintahkan Trisula penegak hukum kita (Polri, Kejaksaan dan KPK) dalam soal korupsi dan penyalahgunaan wewenang (Polri, Kejaksaan Agung dan KPK) membongkar semua skandal di sekitar minyak goreng dan ekspor CPO. Rakyat dari bawah yang sangat jauh melihat bahwa permainan yang menyakiti rakyat ini melibatkan banyak pihak. Apakah itu penimbunan, apakah persekongkolan menghilangkan barang dan menaikkan harga, apakah itu kemudahan pihak-pihak tertentu mendapatkan puluhan ribu ton minyak goreng, padahal mereka bukan pedagang, serta apakah itu ekspor ilegal. Spektrumnya sangat luas Bapak Presiden, jangan dilokalisir pada beberapa gelintir orang demi pemuasan publik bahwa tindakan hukum telah dilakukan. Sedikit yang nampak nampak di panggung depan, masih lebih banyak yang tidak tampil berada dibelakang panggung. Jangan selamatkan pengkhianat amanat penderitaan rakyat.

error: Content is protected !!