Ming. Okt 19th, 2025
[H. Mochamad Machmud, S.Sos, M.Si., Wakil Ketua Komisi B DPRD Surabaya saat diwawancarai]

Surabaya | AbangPutih.com – Wakil Ketua Komisi B DPRD Surabaya, Mohamad Machmud, menyampaikan keprihatinannya terkait kondisi Pasar Tanjung Sari dan Pasar Koblen. Ia mendesak Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya untuk segera mengambil tindakan tegas terkait pelanggaran yang terjadi.

Machmud menjelaskan bahwa pasar-pasar di Tanjung Sari seharusnya ditertibkan sesuai Peraturan Daerah (PERDA). Pasar dengan luas di bawah 2000 meter persegi seharusnya beroperasi mulai pukul 04.00 hingga 13.00 WIB. Namun kenyataannya banyak yang buka 24 jam.

“Dinas Koperasi harus proaktif dan tegas. Jika dibiarkan, pasar lain akan meniru,” ujarnya pada Senin (29/09/2025).

Ia juga menyoroti Pasar Tanjung Sari nomor 77 yang memiliki izin sebagai gudang, namun digunakan sebagai pasar.

“Pemkot tahu ini melanggar, tapi tidak ada tindakan. Ini menimbulkan kecurigaan di masyarakat,” tambahnya.

Mahmud menyarankan agar Pemkot memberikan contoh yang baik dengan menindak tegas pelanggaran tersebut. Ia juga berencana mengundang Dinas Koperasi untuk membahas tindak lanjut dari rapat sebelumnya.

“Pedagang harus diajak bicara, jangan hanya pengelola. Karena belum tentu keinginan mereka sama,” tegasnya.

Legislator Partai Demkrat ini juga menyoroti penggunaan tanah Pemkot sebagai akses keluar masuk truk di Pasar Tanjung Sari 77. Ia menyayangkan Pemkot yang tidak menindak pelanggaran ini.

“Seharusnya ditutup. Pemkot seolah punya mata tapi buta, punya telinga tapi tuli, punya hati tapi mati,” ujarnya dengan nada kritik.

Selain itu, Machmud juga menyoroti Pasar Koblen yang merupakan cagar budaya. Ia melihat adanya tanda-tanda pasar ini kembali beroperasi dan meminta Pemkot untuk segera bertindak.

“Jika Koblen dibiarkan menjadi pasar, maka Tugu Pahlawan pun bisa dijadikan pasar. Ini tidak bisa dibenarkan,” katanya.

Machmud menyarankan agar Koblen dikembalikan ke fungsinya sebagai cagar budaya, misalnya dengan menjadikannya museum atau tempat pameran yang sesuai dengan sejarahnya.

Menanggapi adanya cagar budaya yang dijadikan kafe, Mahmud menjelaskan perbedaannya dengan pasar.

Menurutnya, kafe tidak mengubah struktur bangunan cagar budaya, hanya memoles atau mengecat saja, sedangkan pasar, dia membangun di situ, mengubah struktur, dan membuat lingkungan sekitar menjadi tidak karuan.

“Yang terpenting menjaga fungsi cagar budaya sesuai dengan sejarah dan nilai budayanya,” pungkas Machmud.

error: Content is protected !!