Surabaya | AbangPutih.com – Anggota DPRD Surabaya, Baktiono B.A., S.S., menggelar penjaringan aspirasi masyarakat yang digelar di salah satu Daerah Pemilihan (Dapil) 2 yaitu di RT-06/RW-02, Kapas Madya 4-P, Kelurahan Kapas Madya Baru, Kecamatan Tambaksari, Jum’at (12/09/2025) malam.
Dalam reses kali ini masih seputar masalah pavingisasi, administrasi kependudukan, Rumah Tidak Layak Huni (Rutilahu), permakanan untuk lansia dan layanan kesehatan.
Mustakim selaku Ketua RT 16 di wilayah RW 06 menyampaikan, bahwa sudah bertahun-tahun mengusulkan pavingisasi tapi belum pernah terealisasi. Usulan ini dilakukan karena jika hujan terjadi genangan dengan ketinggian hingga 15-20 sentimeter. Sehingga air masuk ke rumah-rumah yang posisinya lebih rendah di Jalan Kapas Madya 4-P.
“Jalan saat ini adalah paving pertama kali yang dulunya masih di semen. Sejak saya jadi RT empat periode belum ada peninggian jalan, sehingga kalau hujan lebat sering terjadi genangan air,” ucapnya.
Oleh karena itu, dia meminta agar pavingisasi ini direalisasikan, termasuk got di gang V yang dibangun hanya satu sisi, sedangkan sisi lainnya belum tuntas. Sehingga kalau hujan deras maka air meluber.
“Saya minta tolong kepada Pak Baktiono agar direalisasikan pavingisasi di gang 4-P dan got di gang 5 diselesaikan 100 persen. Kami sudah usulkan, tapi pihak kelurahan menyampaikan kalau dana dibagi. Jadi, ya pavingisasi belum terealisasi,” keluhnya.
Menanggapi hal itu, Baktiono mengatakan, bahwa pavingisasi dan got atau gorong-gorong akan diperjuangkan. Mengingat sudah lama diusulkan dan kondisi datarannya paling rendah dibandingkan gang-gang sebelahnya.
“Akan kami perjuangkan, dan mudah-mudahan segera terealisasi,” ujarnya.
Warga juga menyampaikan aspirasi soal pindah kartu keluarga (KK) yang merupakan kebijakan Pemerintah Pusat, bukan Pemerintah Daerah. Sehingga Baktiono melakukan sosialisasi agar warga memahaminya, karena menurutnya, warga luar daerah yang mau menikah di Surabaya dan ingin jadi satu KK karena kerjanya di Surabaya, maka harus punya surat tanah di Surabaya.
”Banyak warga luar kota yang mengadu ke kami, mereka sudah pindah dan di daerah asalnya diputus. Ternyata mau masuk ke Surabaya tidak bisa karena tidak punya surat tanah. Sehingga mereka sama saja dengan tidak punya kewarganegaraan atau stateless,” ucapnya.
Baktiono, yang juga merupakan politisi senior PDI-P di DPRD Kota Surabaya ini menuturkan agar mereka bisa kembali ke daerah asalnya, karena ini penting, kalau tidak maka mereka bisa kehilangan hak-haknya sebagai warga negara Indonesia.
“Pemerintah Pusat harus memikirkan ini. Kalau terjadi seperti ini harusnya seperti apa dan ini harus jelas, karena kasus seperti ini banyak terjadi. Jangan asal membuat kebijakan dan ini harus dipikirkan jangan sampai berdampak negatif,” ungkapnya.
Sedangkan terkait permasalahan Rumah Tidak Layak Huni (Rutilahu), Baktiono saat masih menjabat sebagai Ketua Komisi C DPRD Surabaya pernah mendiskusikan persyaratan untuk mendapatkan program Rutilahu, dan disepakati bahwa meski tidak ada surat tanah tetap harus bisa dilayani dan dibangun.
“Kalau ada surat tanah justru lebih baik karena lahan tersebut jelas milik yang bersangkutan. Warga yang tidak punya surat tanah itu kan lebih tidak mampu dari pada yang punya tanah. Karena itu mereka bisa mendapatkan program Rutilahu di lokasi yang diusulkan, asal yang bersangkutan punya KK/KTP Surabaya dan bertempat tinggal disitu. Selain itu, tanah itu harus tidak dalam sengketa,” jelasnya.
Disamping itu, Baktiono pun banyak mendapatkan pertanyaan dari para lansia dikarenakan permakanan untuk lansia di Kota Surabaya telah diberhentikan.
“Padahal para lansia ini sangat membutuhkan. Mereka juga dari warga yang tidak mampu dan ini perlu diperjuangkan kembali,” terangnya.
Kembali di bidang kesehatan, karena menurut Baktiono ada perubahan. Saat ini, berobat ke rumah sakit untuk penyakit yang dianggap ringan oleh dokter tidak gratis, meskipun KK, KTP dan punya BPJS atau KIS Surabaya.
Pada waktu rapat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Surabaya terkait bidang kesehatan bersama Direktur RSUD Eka Chandrarini, RSUD BDH, RSUD Soewandhie, Dinas Kesehatan, dan Asisten, Baktiono menyampaikan, meskipun dikarenakan kebijakan Pemerintah Pusat bahwa penyakit ringan ditanggung masyarakat dan penyakit berat ditanggung pemerintah, tapi biayanya harus ada batasan.
“Banyak yang mengeluh kepada kami, seperti tadi malam. Kami siap membantu namun kalau terus menerus kan tidak bagus. Makanya, pemerintah harus hadir,” tegasnya.
Oleh karena itu, pada waktu itu saat rapat bersama, Baktiono mengusulkan kajian batasannya maksimal Rp100 ribu atau Rp 50 ribu untuk penyakit ringan yang harus ditanggung masyarakat.
“Yang ditanggung masyarakat ini batasannya sebaiknya nominal bukan penyakit ringan, karena penyakit ringan ada yang kena hingga Rp 2,5 juta akibat harus ke laboratorium dan lain sebagainya. Ini yang berat, padahal masyarakat rata-rata kadang tidak membawa uang. Misalnya Rp 50 ribu kebawah ditanggung masyarakat, pasti mampu kalau segitu. Kalau tidak sakit tidak perlu ke rumah sakit, karena kalau merasa darurat, masalahnya kedaruratan masyarakat itu kadang beda dengan kedaruratan dari dokter,” bebernya.
Sementara itu, Baktiono pun berikan pesan kepada masyarakat Surabaya agar harus bisa menggunakan hak-haknya terutama di bidang kesehatan. Ketika berobat hanya cukup menunjukan KTP atau KK saja, sesuai dengan Program Jaminan Kesehatan Semesta (JKS) atau Universal Health Coverage (UHC), yang merupakan program Pemkot Surabaya untuk berobat secara gratis dan sudah berjalan sejak 1 April 2021.
“Khusus di Kota Surabaya sudah diwujudkan program tersebut oleh Pemerintah Kota. Sedangkan untuk kategori penyakit ringan ini harus bisa ditata kembali,” tandasnya.
