Surabaya | AbangPutih.com – Indonesia Raya adalah lagu kebangsaan Republik Indonesia. Lagu ini pertama kali diperkenalkan oleh komponisnya, Wage Rudolf Soepratman, pada tanggal 28 Oktober 1928 pada saat Kongres Pemuda II di Batavia. Lagu ini menandakan kelahiran pergerakan nasionalisme seluruh nusantara di Indonesia yang mendukung ide satu “Indonesia” sebagai penerus Hindia Belanda, daripada dipecah menjadi beberapa koloni.
Sedangkan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan penggunaannya diatur dalam Peraturan Pemerintah No.44 Tahun 1958 dan Undang-Undang Nomor: 24 tahun 2009 Tentang bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan.
Begitu juga Hari Pahlawan yang kerap diperingati setiap 10 November itu bermulai dari peristiwa 10 November 1945, pada saat itu terjadi sebuah pertempuran antara militer Indonesia dengan tentara dari Inggris dan Belanda di Surabaya.
Pertempuran itu menewaskan setidaknya 6.000 sampai 16.000 pejuang Indonesia, karena banyaknya pejuang yang tewas hari itu, maka ditetapkanlah 10 November sebagai hari nasional yaitu Hari Pahlawan, melalui Keppres No. 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959.
Namun seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern ditengah suasana hiruk-pikuk Surabaya yang merupakan Kota Besar metropolis kedua setelah Jakarta, kini mulai banyak generasi muda yang mulai semakin melupakan sejarah jasa para pahlawan yang berkorban untuk memerdekakan bangsa ini, terutama di Kota Pahlawan.
Salah satunya adalah pemandangan kurang sedap di depan makam Pahlawan Nasional Wage Rudolf Supratman sang pencipta lagu Indonesia Raya. Pasalnya di depan makam tersebut dijadikan parkir atau tempat untuk ngetem oleh sejumlah MPU (Mobil Penumpang Umum), padahal sudah jelas dijalan depan makam Pahlawan Nasional sang pencipta lagu Indonesia Raya tersebut ada rambu untuk dilarang berhenti dan dilarang parkir.
Selasa (10/11), Menurut MH. Soleh selaku aktivis dan juga nasionalis kepemudaan Surabaya melalui Japas (Jaringan Pemuda Surabaya) mengatakan, “Ya itulah salah satu contoh yang dilupakan oleh pihak Dinas atau pun Instansi yang dalam naungan Pemkot Surabaya. Ini Kota Pahlawan tapi melupakan jasa para Pahlawan, salah satu contohnya ya ini”, ungkapnya dengan rasa prihatin.
Lanjutnya, “Kita ini bangsa besar, bangsa yang selalu menghormati jasa para Pahlawan dan Surabaya ini adalah Kota Pahlawan tapi depan makam Pahlawan Nasional kok malah dijadikan tempat untuk ngetem mobil angkot?, lalu pihak Dinas atau Instansi dari Pemkot Surabaya bagaimana ini? Kok sengaja ada pembiaran?”, ungkapnya dengan rasa tanda tanya.
Sambungnya, “Seharusnya pihak Dinas atau Instansi terkait yang berada dalam naungan Pemkot Surabaya menertibkan dan memfasilitasi MPU tersebut, atau setidaknya menyediakan lahan yang sesuai agar mobil angkot tersebut tidak ngetem disitu. Dan seharusnya Ibu Walikota patut memarahi itu para sopir angkot yang sering ngetem didepan makam Pahlawan Nasional”, kata Soleh.
Rabu (11/11), Menurut Budi selaku staff yang mewakili Kepala Bidang Angkutan Umum Dinas Perhubungan Kota Surabaya mengatakan, “Jadi begini, itu kan mobil angkot lyn V jurusan Joyoboyo – Kapas Krampung dan ujungnya memang arah kesitu kalau secara trayek dari terminal Joyoboyo. Dulu sebelum ada depo atau TPS disamping makam Pahlawan Nasional biasanya mangkal atau ngetemnya disitu, namun dalam perkembangannya lahan tersebut dibutuhkan untuk dijadikan TPS akhirnya para teman-teman sopir angkot mau ga mau terpaksa harus mengalah”, katanya.
Sambungnya, “Memang kami sudah mengupayakan karena memang hal itu sudah lama terjadi dan kami juga pernah merencanakan untuk ditarik ke Terminal Tambak Wedi di dekat jembatan Suromadu karena kami juga sudah pernah survey ke jalur tersebut. Namun kalau rutenya diperpanjang kesana itu akan ada beberapa rute angkot lain yang berhimpitan dan kami juga mengupayakan agar tidak terjadi gesekan dengan rute angkot lain yang disitu. Sementara dari sisi lain mobil angkot lyn V memang dari dulu ujung trayeknya disitu dekat makam Pahlawan Nasional, namun masih kami pikirkan untuk tempat lain lagi yang lebih layak sedangkan semua proses kan juga butuh waktu”, akhirnya.
Sementara itu hingga berita ini dimuat, Kepala Bagian Humas Pemkot Surabaya Febriadhitya Prajatara tidak menanggapi melalui pesan WhatsApp ketika awak media menanyakan hal ini sebelumnya dalam waktu 1 x 24 jam. “Ibu Walikota Ir. Tri Rismaharini, M.T, yang terhormat wajib menegur itu humasnya kok tidak komunikatif dan tidak responsif terhadap warga Surabaya”, pungkas Soleh. (Zal)