Permasalahan Pavingisasi, Pembangunan Saluran untuk Solusi dan Pengendalian Banjir Masih Mendominasi
Surabaya | AbangPutih.com – Wakil Ketua Komisi C DPRD Surabaya Aning Rahmawati, S.T., harus berfikir keras untuk mengawal aspirasi yang dititipkan di pundaknya saat menyimpulkan hasil Penjaringan Aspirasi Masyarakat (Reses) Tahun Persidangan ke 1 di masa sidang ke 2 Anggaran Tahun 2025 di 4 kelurahan kemarin.
Betapa tidak, karena hampir setiap kali reses banyak permasalahan yang membutuhkan solusi bertahap dikarenakan masih bergantung pada besarnya anggaran. Disamping karena memang keterbatasan anggaran Pemerintah Kota Surabaya untuk mensolusikan secara langsung, hal ini juga adanya PSU (Pra Sarana Utilitas) yang belum diserahterimakan oleh pengembang. Sehingga warga tidak bisa mengakses APBD untuk perbaikan yang seharusnya dijamin dan sebagai perwujudan kehadiran Pemerintah untuk rakyat.
“Permasalahan pavingisasi, pembangunan saluran yang srharusnya menjadi solusi banjir dan pengendalian banjir masih mendominasi,” katanya ketika diwawancarai oleh awak media, Kamis (13/02/2025).
Aning mengatakan, permasalahan pengendalian banjir ini memang butuh perhatian serius dari Pemerintah Kota Surabaya. Saat menhadiri musrenbang di tingkat kelurahan dan pra musrenbang di tingkat kecamatan, Wakil Ketua Komisi C ini mendapati ada sejumlah 2010 titik pengajuan paving dan saluran di 7 kecamatan di daerah pemilihan 3 yang diwakilinya.
“Belum lagi di 4 dapil yang lain di seluruh Surabaya. Tentunya ini menjadi PR besar bagi Pemerintah Kota Surabaya untuk membuat prioritas dan pentahapan, sehingga banjir ini tidak menjadi momok di setiap tahun atau musim penghujan,” jelasnya.
Menurut Aning, ditengah ketidaktercapaian pendapatan di tahun 2024 sebesar 1,3 T dan rasionalisasi terbesar tentunya di bidang infrastruktur banjir, dan juga adanya inpres 1/2025 terkait efisiensi anggaran yang secara tidak langsung juga akan berpengaruh di tingkat kota.
“Maka mau tidak mau harus ada kerja yang sangat keras untuk membuat prioritas-prioritas belanja dan jangan sampai pemkot salah dengan tidak menjadikan banjir sebagai salah satu prioritasnya,” ucapnya.
Aning mengungkapkan, setiap perencanaan harus tegas, jelas dan terukur pentahapannya dengan anggaran yang tersedia serta meminimalisir dampak banjir, sehingga kesannya masyarakat tidak di PHP.
“Diukur-ukur terus setiap waktu, namun tidak terealisasi,” ujarnya.
Disisi lain, Aning juga mengatakan terkait keluhan reses kemarin mengenai sulitnya mendapat pekerjaan bagi warga, utamanya lulusan SMA atau yang sederajat mengemuka. Meski Surabaya angka TPT menurun terus dari 7,62 % sampai 4.91% di tahun 2024 namun riil dilapangan masih banyak yang masih berjuang untuk mendapatkan pekerjaan.
“Data dari Disnaker sendiri setiap tahunnya ada fresh graduate yang mencari pekerjaan sebesar 700.000 namun disnaker hanya bisa memfasilitasi sebesar 7000 dan itupun belum tentu bisa diterima di banyak perusahaan,” tuturnya.
Aning menuturkan lagi, bahwa isu lapangan kerja dan pengangguran masih menjadi hangat karena masih banyaknya pengangguran yang punya harapan besar pada Pemerintah Kota Surabaya untuk disolusikan. Ditengah efisiensi anggaran yang mendasar pada inpres 1 tahun 2025 tentunya Surabaya harus menyiapkan dengan baik. Hal ini dikarenakan ada 50,59 T dana transfer pusat ke daerah yang akan diefisienkan, tentunya Surabaya juga besar kemungkinan akan terdampak.
“Namun inpres ini tentunya akan sangat menguntungkan bagi Surabaya yang mempunyai kapasitas fiskal besar dibandingkan daerah lain. Tentunya efisiensi anggaran dari Pemkot Surabaya ini hasilnya akan dialihkan pada program priorias seperti penguatan ketahanan pangan, pengendalian banjir dan pengentasan kemiskinan serta pengangguran,” terangnya.
“Jangan sampai justru efisiensi anggaran ini berdampak pada buruknya kualitas pelayanan publik, dikarenakan proses rasionalisasi atau efisiensi anggaran yang kurang tepat,” imbuhnya.
Disamping itu, curhat warga juga masih banyak ditemui terkait dengan kurang layaknya atau belum adanya fasum balai RT dan balai RW, yang merupakan sebagai ujung tombak pelayanan publik ditingkat RT/RW. Keluhan yang muncul mulai dari ketidaklayakan sampai dengan ketiadaan balai RT dan balai RW.
“Hal ini tentunya harus betul-betul diperhatikan oleh Pemkot Surabaya, sehingga perangkat RT/RW bisa melakukan pelayanan yang paripurna. Bagaimanapun juga balai RT dan balai RW ini adalah wujud birokrasi terkecil dari Pemkot Surabaya,” bebernya.
Aning pun menambahkan, menurutnya sudah saatnya juga kelurahan-kelurahan di Surabaya menjadi mandiri dan diberdayakan dengan berkolaborasi bersama seluruh RW dan RT di wilayah teritorialnya, karena menurutnya setelah pelantikan Walikota maka pasti akan diikuti dengan reformasi perangkat daerah. Termasuk di tingkat kelurahan dan kecamatan.
“Harapannya lurah-lurah yang menjadi ujung tombak pelayanan dan juga pemberdayaan ini dipilih dari orang-orang terbaik yang inovatif untuk mendongkrak perubahan. Baik itu pemberdayaan ekonomi kelurahan maupun penyelesaian pembangunan infrastruktur yang holistik,” pungkasnya.