Surabaya | AbangPutih.com – Anggota Komisi B DPRD Surabaya, Budi Leksono menyesalkan peristiwa kecelakaan yang terjadi usai pesta Halloween di salah satu klub malam di Surabaya hingga menyebabkan korban tewas. Diketahui, Salah satu klub malam di Jl Embong Malang Surabaya menggelar pesta Halloween pada Kamis (31/10/2024) malam atau Jumat (01/11/2024) dini hari.
Salah satu pengunjung yang mengikuti pesta tersebut pulang dalam kondisi mabuk hingga menabrak warung makan di Jl Kedungdoro dengan mobil Kijang Innova W 1168 CQ yang dikendarainya. Akibatnya, dua orang tewas dan beberapa mengalami luka serius. Dari informasi yang dihimpun, kecelakaan terjadi di Jalan Kedungdoro pada pukul 04.00 WIB. Sebuah mobil Kijang Innova W 1168 CQ itu berjalan zig-zag hingga menabrak warung makan.
Mobil itu diketahui dikendarai seorang remaja pria asal Madura berinisial MA (22). Ia dalam kondisi mabuk, saat dimintai keterangan.
Menurut informasi warga, ia mengaku baru saja Halloween Party di salah satu klub malam di Jalan Embong Malang. Buleks sapaan akrab Budi Leksono mengatakan, pihaknya turut berbela sungkawa atas korban yang meninggal dan berharap ini menjadi peristiwa memilukan terakhir di kota Surabaya
“Dengan adanya peristiwa ini, saya berharap Pemkot Surabaya lebih mengintensifkan kembali pengawasan RHU di Kota Surabaya,” kata Buleks sapaan akrab Budi Leksono, Jum’at (01/11/2024) siang.
Meski sebagian mekanisme perijinannya sudah diambil alih Pemerintah Provinsi sebagai dampak dari perubahan pelaksanaan Undang-undang yang baru, namun yang menjadi persoalan adalah apakah manajemen sudah memiliki standar operasional pengendalian (SOP) resiko.
“Karena minuman berakohol termasuk kategori usaha yang berbasis resiko. Baik resiko perkelahian antar pengunjung, maupun resiko berkendara dalam keadaan mabuk,” ujarnya.
Menurut Buleks, manajemen pengendalian resiko tersebut adalah bagaimana kesigapan security ketika terjadi perkelahian, ataupun manajemen waktu kapan saat jam terakhir pembelian minol (minuman berakohol) jelang tutup jam operasional. Sehingga manajemen bisa melakukan antisipasi mana kala pengunjung pulang dalam keadaan tidak sadar.
“Saya berharap seluruh RHU di kota Surabaya wajib memiliki tenaga kesehatan yang berjaga ketika jam operasional buka, sehingga ketika ada pengunjung yang masih belum pulih kesadarannya saat jam operasional tutup dapat dilakukan tindakan-tindakan medis. Agar ketika berkendara tidak membahayakan pengguna jalan yang lain,” ungkapnya.
Menurutnya Buleks lanjutnya, jika kewajiban penyediaan tenaga kesehatan tersebut tidak dipenuhi oleh manajemen RHU, maka pihaknya berharap Pemkot Surabaya dapat melakukan tindakan tegas dengan memberikan sanksi administratif sedang maupun sanksi berat penutupan ijin operasional secara permanen.
“Manajemen tidak boleh ingkar tanggung jawab hanya karena peristiwa ini terjadi di jalan, hak pengguna jalan tetap harus kita jaga,” tegasnya.
Buleks mengatakan, meski tidak bisa mengembalikan nyawa yang hilang, tapi minimal Manajemen RHU yang didatangi oleh pelaku sebelum kecelakaan menunjukkan empatinya dengan datang ke rumah duka dan bertanggung jawab kepada keluarga korban yang ditinggalkan.
“Sebagai bentuk tanggung jawab sosial, agar publik tidak menilai bahwa manajemen nir empati terhadap keluarga korban yang mengalami kedukaan,” jelas Buleks, sapaan akrab Ketua Fraksi PDIP DPRD Kota Surabaya ini.
Di sisi lain, Kepala Satpol PP Surabaya, M. Fikser, merespons usulan dari DPRD Surabaya untuk mengevaluasi standar manajemen risiko di RHU dan memperketat aturan penjualan minuman keras.
Fikser mengungkapkan bahwa saat ini belum ada standar operasional prosedur (SOP) yang seragam untuk manajemen risiko di RHU.
“Selama ini setiap manajemen RHU punya aturan masing-masing. Ke depannya, perlu ada SOP bersama yang jelas untuk menekan risiko insiden seperti ini,” terang Fikser, Jumat (01/11/2024).
Menurutnya, Satpol PP hanya berperan dalam penegakan perda dan penertiban, bukan perizinan usaha. Namun, Fikser mendukung usulan, agar manajemen risiko dijadikan syarat dalam perizinan RHU. Ia menambahkan bahwa akan koordinasi dengan organisasi perangkat daerah (OPD), terkait sangat diperlukan untuk merumuskan aturan yang lebih ketat.
“Jika manajemen risiko ini jadi syarat perizinan, perlu pembahasan dengan OPD yang berwenang mengeluarkan izin,” ungkapnya.
Selain itu, karena sebagian besar izin RHU dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur, maka diperlukan koordinasi antara pemerintah kota dan provinsi untuk memastikan semua persyaratan risiko dipenuhi oleh RHU yang beroperasi di Surabaya.
“Kami akan memeriksa langsung apakah RHU telah memenuhi persyaratan manajemen risiko sesuai yang diatur,” tandas Fikser.